Dr. Suparyanto, M.Kes
2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian
Lanjut usia adalah suatu proses dimana bertambahnya usia individu yang ditandaidengan penurunan fungsi organ tubuh dan terjadi akibat proses penuaan. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Lanjut usia atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Deybi, 2013).
Proses penuaan adalah sutu proses alami yang tidak dapat di hindari, berjalan terus menerus dan berkesinambungan, menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, anatara lain : kulit mulai mengendur, timbulnya keriput, rambut berubah, gigi menjadi ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. Menua bukan suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus diakui adanya berbagai penyakit yang sering menyerang kaum lanjut usia (Deybi, 2013).
2.1.2 Klasifikasi Lansia
Lansia dibagi menjadi lima klasifikasi, yaitu:
1. Pralansia
Seseorang yang berusia anatar 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial
Lansia tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Agustina, 2010).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan
Menurut Agustina (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan meliputi:
1. Hereditas atau keturunan
2. Nutrisi (makanan)
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres (Deybi, 2010).
2.1.4 Karakteristik
Menurut Agustina (2010), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Berusia lebih dari 60 tahun
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga mal adaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.5 Perubahan akibat proses menua
Dengan semakin bertambahnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomi dan fungsional atas organ-organnya makin besar. Penurunan anatomik dan fungsi organ tersebut tidak dikaitkan dengan umur kronologik akan tetapi dengan umur biologiknya. Seseorang dengan usia 55 tahun sudah mengalami penurunan anatomik dan fungsional yang nyata akibat “umur biologik” nya yang sudah lanjut sebagai akibat tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan dan kurangnya aktivitas (Agustina, 2010).
2.1.6 Penyakit yang sering dihadapi oleh lanjut usia
1. Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lanjut usia, yaitu: mudah jatuh, mudah lelah, kekacauan mental akut, nyeri dada, sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik, jantung berdebar debar (palpitasi), pembengkakan kaki.
2. Penyakit yang sering ditemukan pada lanjut usia
Menurut Deybi (2013) mengemukakan empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan prose menua, yakni:
a. Gangguan sirkulasi darah, seperti: hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah (di otak, koroner, dan ginjal).
b. Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.
c. Gangguan pada persendiaan, seperti: osteoarthritis, gout arthritis,ataupun penyakit kolagen lainnya.
d. Berbagai macam neoplasma (Deybi, 2013).
2.2 KALSIUM
2.2.1 Pengertian
Kalsium (Ca) merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh. Kira kira 2% dari seluruh bobot manusia dewasa terdiri dari kalsium. Lebih dari 99% kalsium ada di dalam tulang dan gigi. Sebagian kecil sisanya membentuk ikatan dengan senyawa lain dan sebagian kecil lainnya berada dalam darah. Kadar kalsium dalam darah sekitar 10 mg/100 ml dengan rentangan 9-11 mg/ 100 ml. Nilai kadar ini harus dipertahankan agar berfungsi dengan baik. Hormon paratiroid mengatur kestabilan kadar kalsium ini dengan mekanisme umpan balik. Pembentukan tulang dilakukan dengan osteoblas. Sebaliknya, mobilisasi kalsium dilakukan dengan bantuan osteoklas yang merombak tulang dan melepaskan kalsium untuk dimasukan ke darah agar kadar kalsium darah tetap stabil (Gafuri, 2012).
Kalsium juga merupakan zat yang dibutuhkan sejak bayi hingga usia tua. Jumlah kebutuhan kalsium dapat dibedakan berdasar jenis kelamin dan usia. kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia rata-rata adalah 500-800 mg perhari. Pada usia lanjut dan wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari adalah 1.000 mg. Kalsium mempunyai peran vital pada tulang sehingga dapat mencegah timbulnya osteoporosis. Namun kalsium yang berada di luar tulang pun mempunyai peran yang besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon, syaraf dan darah.
2.2.2 Manfaat
Berikut beberapa manfaat kalsium bagi tubuh :
1. Mengaktifkan syaraf.
2. Melancarkan peredaran darah.
3. Melenturkan otot.
4. Menormalkan tekanan darah.
5. Menyeimbangkan keasaman/kebasaan darah.
6. Menjaga keseimbangan cairan tubuh.
7. Mencegah Osteoporosis (keropos tulang).
8. Mencegah penyakit jantung.
9. Menurunkan resiko kanker usus.
10. Mengatasi kram, sakit pinggang, wasir, dan reumatik.
11. Mengatasi keluhan saat haid dan menopause.
12. Meminimalkan penyusutan tulang selama hamil dan menyusui.
13. Membantu mineralisasi gigi dan mencegah pendarahan akar gigi.
14. Mengatasi Kaki tangan kering dan pecah-pecah.
15. Memulihkan gairah seks yang menurun/melemah.
16. Mengatasi kencing manis (mengaktifkan pankreas) (Aroni, 2012).
2.2.3 Sumber kalsium
Sumber kalsium adalah susu dan makanan yang diolah dengan bahan utama susu. Sedangkan bahan makanan lain yang juga banyak mengandung kalsium adalah sereal, kacang-kacangan, tahu, tempe dan ikan yang dimakan dengan tulangnya. Sayuran hijau seperti bayam, sawi, daun melinjo, katuk, selada air dan daun singkong juga mengandung dalam jumlah yang cukup banyak. Sedangkan sumber kalsium itu sendiri terbagi dua, yaitu hewani dan nabati. Bahan makanan hewani yang mengandung kalsium antara lain adalah Ikan, Udang,susu, kuning telur, dan daging sapi. Sayangnya, jika dikonsumsi berlebihan bahan hewani ini, terutama daging sapi, bisa menghambat penyerapan kalsium, karena kadar proteinnya tinggi. Kandungan proteinnya yang tinggi akan meningkatkan keasaman (pH) darah. Untuk menjaga agar keasaman darah tetap normal, tubuh terpaksa menarik deposit kalsium (yang bersifat basa) dari tulang, sehingga kepadatan tulang berkurang. Karena itu, sekalipun kaya kalsium, makanan hewani harus dikonsumsi secukupnya saja. Jika berlebihan, justru dapat menggerogoti tabungan kalsium dan mempermudah terjadinya keropos tulang. Bahan makanan yang mengandung kalsium nabati bisa diperoleh dari sayuran daun hijau seperti sawi, bayam, brokoli, daun pepaya, daun singkong, daun labu. Selain itu biji-bijian (kenari, wijen, almond) dan kacang-kacangan serta hasil olahannya (kedelai, kacang merah, kacang polo, tempe, tahu) (Aroni, 2012).
Setelah umur 20 tahun, tubuh manusia akan mulai mengalami kekurangan kalsium sebanyak 1% per tahun. Dan setelah umur 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut sebanyak 30%. Kehilangan akan mencapai 50% ketika mencapai umur 70 tahun dan seterusnya mengalami masalah kekurangan kalsium. Gejala awal kekurangan kalsium adalah seperti lesu, banyak keringat, gelisah, sesak napas, menurunnyadaya tahan tubuh, kurang nafsu makan, sembelit, berak-berak, insomnia, kram (Aroni, 2012).
Kalsiumdibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh, transmisi syaraf, pengaturan detak jantung, kontraksi otot, membantu pembentukan energi, membantu proses pembuahan (kehamilan), mempercepat pembekuan darah, mengaktifkan sistem pertahanan tubuh (Toyo, 2013).
2.2.4 Kebutuhan kalsium
Kebutuhan Kalsium Manusia
1. Bayi < 6 bulan = 400mg/hari
2. Bayi 6 bulan – 3 tahun = 600mg/hari
3. Usia 3 – 10 tahun = 800mg/ hari
4. Usia 10 – 13 tahun = 1000 mg/hari
5. Usia 13 – 16 tahun = 1200 mg/hari
6. Pekerja Keras = 1000mg/hari
7. Ibu hamil dan menyusui = 1200mg/hari
8. Manula dan wanita menopause = 1200mg/hari (Toyo, 2013).
2.2.5 Metabolisme kalsium dalam tubuh manusia
Yang mengatur kadar kalsium dalam darah adalah hormon paratiroid, tirokalsitonin dari kelenjar tiroid dan vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium darah dengan cara sebagai berikut :
1. Vitamin D merangsang absorpsi kalsium oleh saluran cerna
2. Vitamin D dan hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari tulang ke dalam darah.
3. Vitamin D dan hormon paratiroid menunjang reabsorpsi kalsium di dalam ginjal.
Ion kalsium secara aktif diabsorbsi ke dalam darah terutama dari duodenum dan jumlah absorbsi ion kalsium dikontrol sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan harian tubuh akan kalsium. Faktor penting yang mengontrol absorbsi kalsium adalah PTH (Paratiroid Hormone) yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid dan vitamin D (Savita, 2011).
A. Peran vitamin D dalam absorbsi kalsium
Vitamin D dapat meningkatkan absorpsi kalsium dalam usus. Dalam hal ini vitamin D yang digunakan adalah dalam bentuk aktif yaitu 1,25-dihidroksikolekalsiferol. 1,25 dihidroksikolekalsiferol berfungsi untuk meningkatkan absorpsi kalsium oleh usus dengan cara meningkatkan pembentukan protein pengikat kalsium di sel epitel usus. Protein pengikat kalsium ini berfungsi di brush border untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel dan selanjutnya kalsium bergerak melalui membran basolateral sel dengan cara difusi terfasilitasi.
Langkah pertama dalam aktivasi vitamin D adalah mengubah vitamin D menjadi 25 hidroksikalsiferol dan proses in terjadi di hati. Selanjutnya 25 hidroksikalsiferol akan diubah lagi menjadi bentuk aktif dari vitamin D yaitu 1,25 hidroksikalsiferol. Proses ini terjadi di tubulus proksimal ginjal dan juga mendapat bantuan langsung dari PTH.
1,25 hidroksikalsiferol berfungsi sebaga suatu jenis hormon yang berfungsi untuk meningkatkan absorbsi kalsium oleh usus. 1,25 hidroksikalsiferol meningkatkan produksi protein pengikat kalsium di sel epitel usus. Protein ini berfungsi di brush border sel-sel tersebut untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel dan selanjutnya kalsium bergerak melalu membran basolateral sel dengan cara difusi terfasilitasi. Protein ini akan tetap berada di dalam sel selama beberapa minggu setelah 1,25 hidroksikalsiferol dibuang dari tubuh, sehingga memiliki efek yang berkepanjangan terhadap absorbsi kalsium. Efek lain yang ditimbulkan adalah pembentukakn ATPase terstimulasi kalsium di brush border sel epitel dan pembentukan suatu alkalin forfatase di sel epitel (Savita, 2011).
B. Peran hormon paratiroid dalam absorbsi kalsium
Paratiroid Hormon (PTH) menyediakan mekanisme yang kuat untuk mengatur konsentrasi kalsium lewat pengaturan reabsorbsi usus, ekskresi ginjal dan pertukaran ion-ion antara CES dan tulang. Naiknya konsentrasi kalsium terutama kerana dua hal, yaitu efek PTH yang meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfast dari tulang dan efek yang cepat dari PTH dalam mengurangi ekskresi kalsium oleh ginjal. PTH mempunyai dua efek pada tulang dalam menimbulkan absorpsi kalsium dan phospat.
Efek tersebut antara lain:
1. Fase cepat absorpsi kalsium
PTH dapat menyebabkan pemindahan garam-garam tulang dari dua tempat dalam tulang, yaitu :
a. Dari matriks tulang disekitar osteosit yang terletak dalam tulangnya sendiri
b. Disekitar osteoblas yang terletak disepanjang permukaan tulang.
Osteoblas dan osteosit membentuk suatu sistem sel yang saling berhubungan satu sama lain, yang menyebar diseluruh permukaan tulang kecuali sebagian permukaan kecil yang berdekatan dengan osteoklas. Diantara membran osteositik dan tulang ada sedikit cairan tulang. Membran osteositik nantinya akan memompa ion kalsium dari cairan tulang ke cairan ekstrasel, menciptakan suatu konsentrasi ion kalsium di dalam cairan tubuh hanya 1/3 dari konsentrasi kalsium di dalam CES. Bila pompa osteositik sangat aktif, maka konsentrasi kalsium dalam cairan tulang menjadi sangat aktif, sehingga konsentrasi kalsium di dalam cairan tulang menjadi rendah dan kalsium fosfat yang nantinya akan diabsorbsi dari tulang ke CES. Efek ini disebut osteolisis. Bila pompa menjaditidak aktif, konsentrasi ion kalsium dalam cairan tulang naik lebih tinggi dan garam-garam kalsium fosfat ditimbun lagi di dalam matriks tulang (Savita, 2011).
Letak peran PTH dalam proses ini adalah pertama, membran sel osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk mengikat PTH. PTH nantinya akan mengaktrifkan pompa kalsium dengan kuat sehinga menyebabkan perpindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat dari cristal tulang amorf yang terletak dekat dengan sel. PTH diyakni merangsang pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas kalsium pada sisi cairan tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi ion kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa kalsium di sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang tersisa ke dalam CES (Savita, 2011).
2. Fase lambat absorpsi kalsium
Pada fase ini, yang berperan adalah Osteoklas. Walaupun pada dasarnya osteoklas tidak memiliki membran reseptor untuk PTH. Aktifasi sistem osteoklastik terjadi dalam dua tahap, yaitu:
a. Aktifasi yang berlangsung dengan segera dar osteoklas yang sudah terbentuk
b. Pembentukan osteoklas baru
Kelebihan PTH selama beberapa hari biasanya menyebabkan sistem osteoklastik berkembang dengan baik. Setelah kelebihan PTH selama berbulan-bulan menyebabkan kelemahan tulang dan menimbulkan rangsangan sekunder pada osteoblas untuk memperbaiki kelemahan tulang.
Salah satu pengatur absorbsi dan sekresi kalsium pada tulang adalah PTH. Bila konsentrasi kalsium CES turun dibawah normal, kelenjar paratiroid langsung dirangsang untuk meningkatkan produksi PTH. Hormon ini nantinya bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang sehingga sejumlah besar kalsium dilepaskan dari tulang ke CES untuk mempertahankan keseimbangan kalsium. Bila konsentrasi ion klasium pada CES menurun, maka sekresi PTH akan diturunkan pula dan hampir tidak akan terjadi resorbsi. Dan produksi kalsium yang berlebihan tadi nantinya akan dideposit ke tulang dalam rangka pembentukan tulang yang baru.
Tulang sebernarnya tidak mempunyai persediaan kalsium yang banyak. Dalam jangka panjang, asupan kalsium ini harus diimbangi dengan ekskresi kalsium oleh traktus gastrointestinal dan ginjal. Pengaturan absorbsi kalsium ini adalah PTH. Jadi PTH mengatur konsentrasi kalsium melalui 3 efek :
a. Dengan merangsang resorbsi tulang
b. Dengan merangsang aktifitas vitamin D, yang nantinya akan meningkatkan reabsorbsi kalsium pada gastrointestinal
c. Dengan meningkatkan secara langsung reabsorbsi kalsium oleh tubulus ginjal (Savita, 2011).
C. Peran kalsitonin dalam absorbsi kalsium
Kalsitonin adalah hormon peptida yang disekresikan oleh kelenjar tiroid yang kerjanya berlawanan dengan PTH, yaitu menurunkan konsentrasi kalsium plasma. Adapun kerja kalsitonin di dalam tubuh adalah sebagai berikut kalsitonin mamberikan efek pengurangan kerja absorpsi osteoklas dan mungkin efek osteolitik dari membran osteositik di seluruh tulang, sehingga dapat menggeser keseimbangan penimbunan kalsium sesuai dengan cepatnya pertukaran garam-garam kalsium. Dan kalsitonin memberikan efek penurunan pembentukan osteoklas yang baru (Savita, 2011).
2.2.6 Kalsium lebih banyak dibutuhkan oleh kaum wanita daripada pria dengan alasan sebagai berikut :
1. Menghindari ancaman osteoporosis, saat menopouse wanita akan kehilangan sejumlah besar hormon estrogen yang bisa mengakibatkan penyakit osteoporosis.
2. Membantu pembentukan tulang dan gigi, 99 persen kalsium dalam tubuh tersimpan dalam tulang dan gigi.
3. Membantu pembekuan darah, tanpa kalsium darah tidak bisa membeku bila terjadi luka.
4. Menghindari sindrom pramenstruasi, pada siklus haid ketiga gejala PMS bisa dikurangi hingga 48 persen pada wanita yang menelan kalsium.
5. Mengurangi resiko gejala batu ginjal, kalsium memiliki efek protektif yang mencegah penyerapan oksalat yang bisa membentuk batu di ginjal.
6. Melindungi bayi dalam kandungan, wanita yang diberi suplemen kalsium selama masa kehamilan akan memiliki anak-anak yang cukup terlindungi dari resiko hipertensi (Aroni, 2012).
2.2.7 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kalsium dalam darah yaitu :
1. Konsentrasi absolut Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) serta perbandingan Ca : P didalam bahan pangan. Konsumsi yang rendah dari salah satu mineral diatas dalam jangka lama dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi dalam darah. Perbandingan Ca : P dalam diet 1 : 2 sampai 2 : 1 menghasilkan penyerapan yang optimum.
2. Pencernaan lemak dan jumlah lemak di dalam diet
Jika asam lemak yang dihasilkan dari hidrolisis lemak tidak dapat diserap, maka asam lemak tersebut akan berikatan dengan Ca dan terbuang sebagai feses.
3. Asam fitat dan oksalat
Oksalat dapat mengendapkan Ca di dalam usus dan membentuk kalsium oksalat yang tidak larut. Selain itu banyak kalsium yang tidak terserap karena berikatan dengan fitat, dan membentuk fitin.
4. Tingkat keasaman
Tingkat pH usus halus mempengaruhi penyerapan kalsium. Keasaman pada lambung meningkatkan kelarutan garam kalsium di usus halus dan meningkatkan absorpsinya.
5. Protein didalam diet
Garam kalsium lebih banyak larut dalam larutan asam amino daripada air. Penyerapan kalsium meningkat dengan meningkatnya konsumsi protein.
6. Vitamin D
Kekurangan vitamin D menyebabkan metabolisme kalsium dan fosfor yang tidak normal dan terhambatnya pembentukan tulang.
7. Hormon seks (Gufari, 2012).
2.2.8 Gangguan-gangguan yang berhubungan dengan kekurangan kalsium dalam tubuh :
1. Osteoporosis
Pengeroposan massa tulang umumnya terjadi seiring bertambahnya usia. Penelitian menunjukkan bahwa pada usia 25 tahun, tubuh akan mulai mengalami kekurangan kalsium sebanyak 1 persen per tahun. Memasuki usia 50 tahun, jumlah kalsium akan berkurang sebanyak 30 persen dan pada usia 70 tahun kehilangan kalsium akan mencapai 50 persen.
2. Kram otot
Kekurangan kalsium dapat memicu kontraksi otot yang tidak stabil sehingga mengakibatkan kram otot. Salah satu kejadian yang sering ditemukan adalah pada wanita hamil. Selain dipicu aliran darah balik yang tidak lancar akibat tekanan dari rahim yang bertambah berat, kram pada wanita hamil juga dipicu oleh kekurangan kalsium.
3. Palpitasi
Kendati dapat diakibatkan oleh banyak hal, Kartika mengatakan, palpitasi atau jantung berdebar bisa juga dialami akibat kekurangan kalsium. Hal ini berhubungan dengan fungsi kalsium sebagai salah satu penjaga irama jantung.
4. Hipertensi
Sebuah penelitian baru menunjukkan, orang yang mengalami hipertensi kebanyakan juga mengalami kekurangan kalsium dalam tubuhnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan terganggunya penyerapan kalsium akibat konsumsi makanan tinggi garam, tetapi bisa juga lantaran fungsi kalsium sendiri adalah untuk mengontrol tekanan darah.
5. Rickets
Rickets merupakan pembengkokan tulang akibat kurangnya asupan kalsium pada tulang yang masih bertumbuh, yakni pada masa kanak-kanak.
6. Penurunan kognitif
Sering lupa atau tidak mampu berkonsentrasi mengerjakan tugas merupakan gejala dari penurunan kognitif. Kekurangan kalsium bisa berperan dalam hal ini. Nanny mengatakan, kalsium merupakan mineral penting yang berperan dalam transmisi impuls saraf.
7. Depresi
Penelitian menemukan keterkaitan depresi dengan kekurangan kalsium. Rata-rata pasien depresi kekurangan kalsium dalam tubuhnya. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh menurunnya fungsi tubuh menyerap kalsium lantaran depresi yang dialami (Kartika, 2013).
2.2.9Kalsium dalam Tulang
Sekitar 50% kalsium total dalam plasma (5 mEq/L) berada dalam bentuk terionisasi (bentuk yang memiliki aktivitas biologis pada membran sel). Sisanya sekitar 40% terikat dengan protein plasma dan 10% lainnya dalam ikatan kompleks dalam bentuk non-ionisasi dengan anion-anion sepeerti pada fosfat dan sitrat. Konsentrasi ion Kalsium pada CES normalnya sekitar 2,4 mEq/L. Bila konsetrasi ion kalsium turun melewati batas normal (hipokalsemia), maka akan timbul rangsangan pada sel-sel saraf dan otot yang meningkat dengan nyata dan pada beberapa keadaan yang ekstrem dapat menyebabkan tetani hipokalsemik yang ditandai dengan kekekuan otot. Sedangkan pada keadaan dimana konsentrasi ion Kalsium melebihi nilai normalnya (hiperkalsemia), yang menekan ambang rangsang pada neuromuskular yang berakibat aritmia jantung (Savita, 2011).
Perubahan konsentrasi ion hidrogen plasma dapat mempengaruhi derajat ikatan kalsium terhadap protein plasma. Pada pasien asidosis, lebih sedikit kalsium yang berkaitan dengan protein plasma. Sedangkan pada pasien alkalosis, jumlah ion kalsium yang terikat dengan protein plasma lebih besar. Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat didalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral dan organ hemopoetik. Hampir semua kalsium dalam tubuh (99%) disimpan di dalam tulang dan sisanya pada cairan ekstrasel dan 0,1% dalam cairan intrasel. Oleh karena itu, tulang berperan sebagai penampung yang besar untuk menyipan kalsium dan sebagai sumber kalsium bila kalsium pada ciran ekstraselular menurun. Bone turnover merupakan mekanisme fisiologik yang sangat penting untuk memperbaiki tulang yang rusak atau mengganti untuk tulang yang tua dengan tulang yang baru. Tulang secara kontinu dibentuk oleh osteoblas dan diabsorbsi ketika osteoklas menjadi aktif. Dan tulang juga diabsorbsi secara kontinu dengan adanya osteoklas yang merupakan sel fagositik besar yang bernti banyak dan suatu turunan monosit yang dibentuk di sum-sum tulang (Savita, 2011).
Tahap awal produksi tulang adalah sekresi molekul kolagen (monomer kolagen) dan substansia dasar oleh osteoblast. Monomer kolagen ini akan berpolimerasi dengan cepat untuk membentuk serat kolagen (osteoid). Selama osteoid dibentuk, sejumlah osteoblas terperangkap dalam osteoid dan menjadi inaktif. Pada tahap ini, osteoblas disebut osteosit. Dalam waktu beberapa hari setelah osteoid dibentuk, garam kalsium mulai mengalami presiptasi pada permukaan serat kolagen. Presipitat mulai terjadi di sepanjang serat kolagen dan nantinya akan menjadi produk akhir yang berupa kristal hidroksapatit. Garam kalsium awal yang akan ditimbun bukan berupa kristal hidroksiapatit namun senyawa amorf (non-kristalin). Kemudian melalui proses substitusi dan penambahan atom atau reabsorpsi dan represipitasi, garam-garam ini kemudian akan diubah menjadi kristal hidroksiapatit selama berminggu-minggu (Savita, 2011).
Beberapa persen senyawa tersebut tetap berada dalam bentuk amorf. Karena garam amorf dapat diabsorpsi dengan mudah ketika sejumlah kalsium tambahan dibutuhkan dalam cairan ekstrasel kalsium yang berupa garam amorf ini dapat mengalami pertukaran, yang akan menjadi suatu penyangga yang cepat yang akan menjaga agar konsentrasi ion kalsium dalam plasma tidak terlalu naik atau turun terlalu rendah pada keadaan transien dengan kelebihan atau kekurangan ketersediaan kalsium (Savita, 2011).
2.3 Osteoporosis
2.3.1 Pengertian
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikro arsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah patah. Definisi lain, osteoporosis adalah kondisi yang menunjukkan tulang menjadi tipis, rapuh, keropos, dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi dalam waktu yang lama. Secara statistik, osteoporosis didefinisikan sebagai keadaan Densitas Mineral Tulang (DMT) berada di bawah nilai rujukan menurut umur atau standar deviasi berada di bawah nilai rata-rata rujukan pada usia dewasa muda. Sebelum terjadi osteoporosis, seseorang terlebih dahulu mengalami proses osteopenia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai keadaan. Penyakit ini dijuluki sebagai Silent Epidemic Disease, karena menyerang tanpa adanya tanda-tanda khusus, sampai pasien mengalami patah tulang. Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya, yakni osteoporosis primer yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit (proses alamiah), dan osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh berbagai kondisi klinis atau penyakit, seperti infeksi tulang, tumor tulang, pemakaian obat-obatan tertentu dan immobilitas yang lama (Kemenkes, 2008).
Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini. Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis (Agus, 2011).
2.3.2 Prevalensi seputar penyakit osteporosis
Beberapa prevalensi seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
1. Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
2. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050.
3. Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun.
4. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang.
5. Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis (Agus, 2011).
2.3.3 Penyebab osteoporosis
Penyebab osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pada individu bersifat multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, kurang gerak atau tidak berolah raga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang kurang akibat kurangnya akibat aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta kurangnya asupan kalsium, maka kepadatan tulang menjadi rendah sampai terjadinya osteoporosis. Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan kemunduran produksi beberapa hormon pengendali remodeling tulang, seperti Kalsitonim dan hormon seks. Dengan bertambahnya usia, produksi beberapa hormon tersebut akan merosot, hanya saja penurunan produksi beberapa osteoblast, sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya setelah seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun terakhir adalah testosteron pada kurun waktu usia 48-52 tahun. Persoalan besar akan muncul juga jika terjadi gangguan dalam keseimbangan kedua proses itu, seperti yang terjadi pada osteoporosis (Agus, 2011).
Dalam osteoporosis proses demineralisasi lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan proses meneralisasi. Resikonya terjadilah pengeroposan tulang. Tulang akan kehilangan masa dalam jumlah besar sehingga kekuatannya pun merosot drastis. Kondisi ini tentu tidak bisa diabaikan begitu saja penurunan sepersepuluh kepadatan tulang saja menimbulkan resiko patah tulang 2 – 3 kali lebih sering, jika kondisi ini dibiarkan resiko terjadi patah tulang sulit dihindari. Proses tidak seimbang bisa muncul secara alamiah seperti akibat pengaruh usia lanjut, menopause, gangguan hormonal, dan tidak aktif tubuh (Agus, 2011).
2.3.4 Klasifikasi osteoporosis
Berikut ini beberapa klasifikasi osteoporosis:
1. Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder
Di alami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Agus, 2011).
2.3.5 Faktor Resiko Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras atau suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya hidup kurang baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan hormon parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
6. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang (Agus, 2011).
7. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang (Agus, 2011).
8. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna (Agus, 2011).
2.3.6 Gejala Osteoporosis
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Gejala dan tanda yang perlu dicurigai adanya osteoporosis ialah:
1. Nyeri pinggang bawah pada wanita pasca-menopause atau pada pria dan wanita usia lanjut.
2. Terjadinya patah tulang (fraktur) akibat suatu benturan ringan, yang pada keadaan normal benturan seringan itu tidak berakibat apa-apa. Tulang yang sering fraktur ialah tulang belakang bagian pinggang dan leher tulang paha.
3. Tinggi badan makin lama makin bertambah pendek, disertai tulang belakang makin lama makin bungkuk (Kifosis).
4. Nyeri pada tulang dan otot akibat perubahan postur tubuh.
5. Gigi-gigi keropos, goyah dan tanggal.
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan (Agus, 2011).
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
2.3.7 Pencegahan Osteporosis
Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia dewasa muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang yakni peak bone mass dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol (Utomo, 2012).
2.3.8 Tujuan pengobatan
Meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis (Agus, 2013).
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back bracedan dilakukan terapi fisik. Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :
1. Diet
2. Pemberian kalsium dosis tinggi
3. Pemberian vitamin D dosis tinggi
4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi nyeri punggung.
5. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis (misalnya Rokok, mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktifitas fisik).
6. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, 2011, Pengobatan Osteoporosis Dan Defisiensi Kalsium Dengan Makan Olahan Sayuran Hijau Bayam, diakses pada Januari 2014, http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/06/13/pengobatan-osteoporosis-defisiensi-kalsium-dengan-makan-olahan-sayuran-hijau-bayam/.
Agustina 2010 : Skripsi Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Senam Lansia Di Panti Sosial Tresna Werda (PSTW) Budi Mulia Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, diakses pada Januari 2014, http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1009/1/ERMAYANI%20AGUSTINA-FKIK.PDF.
Aroni, 2012, Mengapa Kalsium Penting Bagi Kita, diakses pada Februari 2014, http://www.poltekes-malang.ac.id/artikel-234-mengapa-kalsium-penting-bagi-kita-.html.
Budiarto, E 2001, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Kedokteran EGC, Jakarta.
Gafuri, 2012, Sekilas Tentang Kalsium, diakses pada Februari 2014, http://gafuri46.wordpress.com/2012/01/10/sekilas-tentang-kalsium/.
Hendri, C, prima. 2008, Makalah Gizi Kalsium Universitas Negeri Yogyakarta, diakses pada Januari 2014, http://henzprima.files.wordpress.com/2010/11/makalah-gizi-kalsium-primahendri.pdf.
Hidayat, A, A 2009, Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik analisis Data, Edisi 1, Jakarta.
Hidayat, A, A, I 2010, Metode Penelitian Kesehatan, Health Books Publishing, Surabaya, diakses pada Januari 2014, http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2083.
Kartika, 2013, Bahaya Kekurangan Kalsium, diakses pada Februari 2014, http://health.kompas.com/read/2013/06/27/0932253/Bahaya.Kekurangan.Kalsium.
Kemenkes RI No. 1142/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis Menteri Kesehatan Indonesia, diakses pada Januari 2014, http://mulyanipharmaco.files.wordpress.com/2013/08/kmk-no-1142-ttg-pedoman-pengendalian-osteoporosis.pdf.
Kemenkes, 2012, Kemenkes RI Ajak Masyarakat Lakukan Pencegahan Osteoporosis.
Marchelina, M, S, Deybi 2013, PROPOSAL STIKes Hubungan Perilaku Hidup Sehat DenganKekambuhan Penyakit Rematik Pada Lanjut Usia Manado, diakses pada Januari 2014, http://www.academia.edu/4646931/PROPOSAL.
Nursalam, 2011 Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen PenelitianKeperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Saryono, 2011. Buku Metodologi Penelitian Kesehatan, Mitra Cendekia Press, Jogjakarta.
Savita, O, 2011, Mekanisme Absorbsi Calsium, diakses pada Februari 2014, http://oryza-savita135rsh.blagspot.com/2011/06/mekanisme-absorbsi-calsium.html.
Toyo, 2013, Mengapa Kalsium Penting, Apa Dampaknya Jika Tubuh Kita Kekurangan Kalsium, diakses pada Februari 2014, http://calsiumnano.wordpress.com/2013/06/24/mengapa-kalsium-begitu-penting-apa-dampaknya-jika-tubuh-kita-kekurangan-kalsium/.
Utomo, M 2010, KTI Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepadatan Tulang Pada Wanita Postmenopause Universitas Muhammadiyah Semarang, http:jurnal.unimus.ac.id.1, diakses pada Januari 2014.
Wardhana, W 2012, KTI Faktor-Faktor Osteoporosis Pada Pasien Dengan Usia di Atas 50 tahun Universitas Diponegoro, diakses pada Januari 2014, http://eprints.undip.ac.id/37820/1/Wisnu_W_G2A008196_Lap.KTI.pdf.
Post A Comment:
0 comments: